KontraS Mengungkap Perlakuan buruk Polisi terhadap para tahanan
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berpendapat bahwa penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya yang dilakukan oleh polisi terhadap orang yang ditahan adalah sejenis budaya di antara para penegak hukum.
“Kami telah memantau sejak 2010 sampai sekarang bahwa kekerasan polisi masih berlangsung. Penyiksaan biasanya terjadi di ruang interogasi, ”kata kepala advokasi KontraS Putri Kanesia kepada Tempo, Senin, 1 Oktober.
Karena itu, dalam rangka memperingati Hari Anti-Kekerasan Internasional yang jatuh pada 2 Oktober, KontraS mendesak polisi untuk menghentikan praktik kekerasan tersebut.
Berdasarkan laporan pengaduan sepanjang 2011-2019, ada 445 kasus dugaan penyiksaan terhadap tahanan oleh polisi, dan bahwa para korban berjumlah 693 orang. Laporan itu, bagaimanapun, hanyalah puncak gunung es karena banyak korban dan kerabat mereka takut mengirimkan laporan.
Putri menegaskan bahwa menurut hasil investigasi komisi, polisi menerapkan teknik kasar dan paksaan untuk mengekstraksi pengakuan atau bukti.
"Ini terjadi karena penyidik polisi tidak cukup mampu menggali informasi [selama pemeriksaan] sehingga mereka menggunakan metode penyiksaan," tambah Putri.
Selain itu, lanjutnya, masih belum ada peraturan khusus dan sanksi tegas bagi mereka yang melakukan praktik kekerasan. KUHP memiliki artikel tentang penganiayaan, namun istilahnya tidak kuat.
Menurut Putri, diskusi tentang rancangan undang-undang anti-penyiksaan telah diajukan tetapi macet di Parlemen karena mereka menolak untuk dicantumkan dalam program legislasi nasional (prolegnas).
"Kami mendorong DPR baru untuk memasukkan RUU anti penyiksaan ini dalam diskusi," kata Putri. "Untuk melindungi korban."
Juru bicara Kepolisian Nasional Brigjen. Jenderal Dedi Prasetyo tidak menghiraukan pepatah bahwa masih ada petugas polisi yang menerapkan praktik kasar tersebut untuk mendapatkan pengakuan dari tahanan. "Kami masih menerima laporan tentang petugas yang menyiksa tahanan, meskipun praktik seperti itu tidak diizinkan," kata Dedi.
Dia menekankan bahwa polisi memiliki Peraturan Kepala Kepolisian Nasional yang melarang praktik-praktik semacam itu, dan telah disebarluaskan sejak pelatihan akademi kepolisian. Namun, Dedi mengakui, masih ada anggota yang tidak mematuhi aturan. "Ada ribuan anggota polisi, kita tidak bisa mengawasi [masing-masing]."